Minggu, 20 Oktober 2013

BAGAIMANA KITA BERPANDANGAN TENTANG NATAL

Apakah Natal Terjadi Pada Tanggal 25 Desember?

“Natal” berasal dari bahasa Latin “Natalis,” bahasa Perancis “Noël” dan bahasa Italia “Il Natale” yang berarti peringatan kelahiran, dan bagi umat kristiani, peringatan Natal yang dilakukan setiap tanggal 25 Desember adalah peringatan hari kelahiran Tuhan Yesus Kristus, Juru Selamat umat manusia.

Meskipun demikian, menurut berbagai sumber, walaupun akhirnya gereja menerima tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus, tetapi hal itu terjadi melalui proses yang rumit. Belum lagi kalau kita hubungkan dengan ceramah Pdt. Joas Adiprasetya dalam Forum Diskusi Teologia yang lalu, yang menyadarkan kita bahwa sebenarnya Yesus, walaupun lahir dari perawan Maria, bukanlah makhluk ciptaan. “Lo, mengapa bukan ciptaan? Bukankah Dia dilahirkan oleh manusia, jadi sudah temasuk ciptaan Tuhan dong”, begitu kira-kira beberapa pemahaman sebelumnya. Lalu pertanyaan berkembang menjadi: “Benarkah Ia pernah dilahirkan pada tanggal 25 Desember? Bukankah Dia sudah ada sebelum dunia diciptakan, bahkan segala sesuatu diciptakan oleh-Nya? Ia telah ada terlebih dahulu dari segala sesuatu (termasuk manusia yang kemudian menetapkan siklus hari dan bulan, termasuk adanya tanggal 25 Desember).” Tetapi melalui ceramah Pdt. Joas, kita lalu diingatkan bahwa Dia sudah ada sebelum dunia diciptakan, bahkan Dialah yang menciptakan dunia ini, karena Sang Anak sepenuhnya adalah Allah. Aduh, ini makin rumit lagi, karena selain tanggal dan bulan, bahkan tahun kelahiran-Nya dipersoalkan. Pemahaman apakah Yesus memang pernah dilahirkan oleh manusia dan apakah dengan demikian Dia itu makhluk ciptaan Allah juga kadang masih tetap menjadi salah satu bahan persoalan manusia.

Dalam uraian ini penulis hanya ingin menyampaikan beberapa pemahaman tentang tanggal, bulan dan tahun kelahiran-Nya sedangkan yang lain sudah cukup banyak diulas oleh para ahli di bidang tersebut.
Hari Raya Natal 25 Desember yang dirayakan oleh gereja kita berasal dari tradisi Roma, dan menurut Pdt. Rasid Rahman (GKI Surya Utama), dalam bukunya “Hari Raya Liturgi” yang juga beliau kutip dari buku karangan Duchesne (BPK Gunung Mulia 2003, hal 105), sampai sejauh ini tidak diketahui pasti kapan kelahiran Yesus. Beliau menuliskan bahwa seorang teolog Yunani, Clemens dari Alexandria, dengan mengacu pada Luk.3:1 dan Luk.3 :23, memperkirakan bahwa kelahiran Yesus sekitar tanggal 18-19 April atau 29 Mei. Lalu beliau selanjutnya berkata bahwa menurut dokumen tahun 243, di Afrika dan Italia (Roma) kelahiran Yesus pernah dirayakan pada tanggal 28 Maret. Menurut ulasan beliau, perayaan Natal terkait dengan tradisi Mesir yang merayakan Hari Epifania. Epifania, yang berarti penampakan diri atau kelihatan, berasal dari perayaan musim salju yang dirayakan di Mesir setiap tanggal 6 Januari, dan perayaan itu telah dilakukan sebelum Yesus lahir. Tetapi sejak abad ke-3, gereja Mesir (yang kemudian diadopsi oleh gereja Timur, termasuk gereja Orthodoks), menjadikan tanggal tersebut sebagai perayaan hari kelahiran Yesus, dengan mendasarkan hal itu pada “penampakan diri Yesus” sejak pembaptisan-Nya di Sungai Yordan yang kemudian dilanjutkan dengan pelayanan-Nya kepada orang banyak. Namun di kemudian hari, gereja Timur juga menetapkan tanggal 6 Januari sebagai hari Epifania dan tanggal 25 Desember sebagai hari Natal.

Selanjutnya ada yang menghubungkan Natal dengan terang dan surya yang telah dikenal sejak lama di wilayah Roma, dengan memaknai Yesus sebagai Sang Surya Kebenaran. Sejak tahun 274 mulai dilaksanakan perayaan “Hari Kelahiran Matahari”, sebagai penutup “Festival Saturnalia” yang diadakan setiap tanggal 17 sampai 24 Desember. Pada perayaan itu semua orang bergembira, makan minum, bersorak-sorai sambil bernyanyi, saling memberi hadiah serta bersalaman. Tetapi umat Kristen yang semakin berkembang kemudian menyadari bahwa matahari adalah ciptaan Tuhan dan lalu meninggalkan perayaan yang dianggap kafir itu. Hal itu lalu mendorong pimpinan gereja Roma untuk mengalihkan perayaan itu sebagai perayaan Natal dan memperingati kelahiran Sang Surya Kebenaran, yaitu Yesus Kristus yang adalah Allah sendiri yang menjelma (berinkarnasi) sebagai manusia dan lahir melalui anak dara Maria.

Sejak tahun 336, menurut catatan kalender Romawi, perayaan yang kemudian dimaknai sebagai Natal itu dirayakan setiap tanggal 25 Desember sekaligus juga menggantikan Hari Natal yang tadinya dirayakan pada tanggal 6 Januari. Kemudian perayaan tanggal 25 Desember itu berkembang ke wilayah lain seperti Anthiokia sejak tahun 375, Konstantinopel sejak 380, Alexandria sejak 430 dan ke negara-negara lain di dunia ini. Gereja Mesir sendiri, walaupun ada yang tetap merayakan Natal pada tanggal 6 Januari, sekitar tahun 427 mulai merayakannya pada tanggal 25 Desember.

Ada sementara pemahaman bahwa sebenarnya umat kristiani tidak merayakan “harinya” tetapi “natalnya” karena “natal” berarti awal kehidupan, jadi kita merayakan Natal untuk mengenang “awal kehidupan bersama-Nya”. Dalam hubungan dengan Yesus Kristus, maka umat kristiani memahami Natal sebagai suatu kenangan terhadap kelahiran Sang Firman ke dunia. Perayaan Natal mengenang kehadiran Allah yang adalah Sang Pencipta yang tidak kelihatan itu, dalam diri Yesus Kristus, atau Sang Kebenaran dan Juru Selamat Dunia. Jadi dalam pemahaman ini maka Natal yang dirayakan umat kristiani setiap tanggal 25 Desember adalah peringatan akan “awal kehidupan bersama Yesus dengan kebenaran yang diajarkan-Nya.”

Inti Natal dengan demikian dapat merupakan perayaan untuk memperingatkan kita tentang perlunya kehidupan baru bersama Yesus, berperilaku seperti yang diteladankan-Nya. Umat kristiani mengakui bahwa Yesus benar pernah hidup di Yudea pada abad pertama dan lahir di kota Bethlehem. Para leluhur kita dahulu telah menyaksikan-Nya dan sebagian dari mereka, yaitu para nabi dan para rasul pilihan-Nya, telah menuliskannya dalam pelbagai tulisan yang sebagian terhimpun dalam Alkitab setelah melalui proses ratusan tahun yang kita kenal dengan istilah kanonisasi. Yoh.1:14 berbunyi: “Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita dan kita telah melihat kemuliaan-Nya.” Kita sekarang, walaupun tidak melihat fisik Yesus dan segala perbuatan-Nya secara langsung, tetap percaya dan mengimani hal itu karena selain membaca dari Alkitab yang kita pahami sebagai firman Allah yang dituliskan oleh para nabi dan rasul pilihan-Nya atau mendengar dari para hamba-Nya, masing-masing kita juga dapat merasakan kuasa Allah itu di dalam perjalanan hidup kita setiap hari dengan segala suka-dukanya.

Peristiwa Natal yang kita imani antara lain seperti yang tertulis di dalam Injil Matius 1:18 sampai 2:15 dan Luk. 2:1-20. Yesus lahir di kota Bethlehem, provinsi Yudea, ketika kerajaan Romawi berada di bawah pemerintahan Kaisar Agustus. Ketika itu kerajaan Roma menguasai hampir seluruh daerah yang berada di sekitar Laut Tengah, mulai dari Palestina dan Siria di bagian Timur, sampai ke Spanyol Barat dan banyak wilayah di Afrika Utara dan Eropa (lihat keterangan menyangkut Kaisar Agustus dalam Alkitab edisi Study yang diterbitkan LAI. 2010, hal. 1663). Pada tahun 37 SM, pemerintah Romawi yang berkuasa menunjuk Herodes Agung menjadi raja di wilayah Palestina dan ia memerintah di sana sampai tahun 4 SM (sampai wafatnya). Tahun meninggalnya Herodes inilah (tahun 4 SM) juga merupakan salah satu rujukan tahun kelahiran Tuhan Yesus, sesuai petunjuk dalam Mat. 2:19.

Akan tetapi, menyangkut tanggal dan bulan kelahiran Yesus tetap terjadi banyak kontroversi, karena kalau ditetapkan sekitar bulan Desember sampai Januari, di tanah Palestina iklimnya cukup dingin, sehingga tidak mungkin ada bintang terang di langit dan para gembala pun sulit berada di padang Efrata dalam keadaan seperti itu, lagi pula orang sukar melakukan perjalanan jauh dalam cuaca dingin, apalagi Maria waktu itu sedang hamil tua, seperti yang kita pahami dari beberapa pemberitaan di kitab Injil.

Jadi dalam kaitan ini, maka perayaan Natal yang dilakukan umat kristiani setiap tanggal 25 Desember bukanlah untuk memperingati bahwa Tuhan Yesus benar lahir pada tanggal 25 Desember, tetapi hanya merupakan kenangan atas lahirnya Sang Surya Kebenaran itu ke dunia dan telah disaksikan oleh manusia serta diimani oleh umat-Nya sekarang ini.

Natal bagi umat kristiani juga bukan untuk memperingati Hari Kelahiran Matahari di bumi seperti yang pernah dilakukan manusia di kota Roma, tetapi memperingati Hari Kelahiran Sang Firman yang lahir ke dunia untuk disikapi oleh manusia yang menjalani kehidupannya di dunia ini. Tetapi perayaan Natal yang dilatarbelakangi perayaan “Saturnalia” dengan berbagai aktivitasnya, perlu mencerminkan suasana kegembiraan dan saling berbagi, tetapi diarahkan kepada kegembiraan atas hadirnya Yesus, yang diisi dengan semangat kasih dan perdamaian, berbagi kasih serta pertolongan kepada sesama manusia. Sebenarnya dengan pemahaman seperti itu, maka perayaan Natal tanggal 25 Desember tidaklah mengikat, tetapi setidaknya untuk memperingatkan umat kristiani agar selalu mengingat-Nya. Umat kristiani diminta untuk merayakannya dalam suatu persekutuan gereja dan demi ketertiban, para pemimpin gereja perlu sepakat untuk menyeragamkannya pada tanggal 25 Desember.

Merayakan Natal itu sungguh baik karena dapat menjadi suatu upaya untuk merayakan kehadiran-Nya dalam hati dan pikiran kita masing-masing, mengenang kasih dan kuasa-Nya yang memimpin perjalanan hidup kita. Juga mengingatkan kita agar terus memuji dan memuliakan-Nya serta memberitakan kabar baik itu kepada lingkungan kita.
Selamat Hari Natal dan kiranya Tuhan Yesus Kritus juga lahir di hati kita masing-masing. Amin.


Minggu, 13 Oktober 2013

"Tanggung Jawab Generasi Muda Kristen dalam Pembangunan"

Tulisan ini kami ambil dari : website institute Leimena di  http://www.leimena.org/id/page/v/444/tanggung-jawab-generasi-muda-kristen-dalam-pembangunan

oleh Drs. Tony Waworuntu

“telah menjadi suatu dalil yang tidak tertulis di mana-mana di belahan muka bumi ini, bahwa generasi muda adalah merupakan tunas-bangsa, pewaris masa depan dan berbagai-bagai istilah lainnya yang akan mempesona kita. Itu pula sebabnya mungkin masalah generasi muda selalu menjadi suatu pembicaraan yang senantiasa aktual dan menarik untuk dibicarakan”.
1. Pemuda dan Masa Depan ibarat “ikan dan air”, adalah sesuatu yang tidak dapat kita pisah-pisahkan karena telah menjadi kodrat dari pada pemuda itu sendiri yang sering disebut-sebut sebagai pewaris masa depan, tunas bangsa, pelanjut generasi dan segudang istilah-istilah lainnya yang dapat “membual” pemuda dalam mengiming-imingkan hidupnya di dunia ini.
Cita dan citra pemuda di mana-mana ditandai oleh semangat juangnya yang berkobar-kobar, spontanitas dalam kepolosan, idealisme yang tinggi, penuh dengan dinamika serta gejolak emosional yang menggebu-gebu, dan yang sepatutnya dimiliki secara tidak “inherent” dalam dirinya adalah mempunyai jiwa “kepeloporan”. Semua yang disebutkan di atas ini adalah merupakan ciri-ciri yang akan melekar dalam diri setiap pemuda di mana saja di belahan muka bumi ini.
2. Secara biologis sampai saat ini tidak dapat kita jumpai suatu batasan usia yang berlaku absolut untuk usia pemuda ini, oleh Unesco dirumuskan usia pemuda itu adalah antara usia 17-24 tahun, sedangkan di Malaysia misalnya kita masih menjumpai seorang yang berusia 60 tahun memimpin organisasi pemuda di negara tersebut, di Indonesia sendiri hal ini juga masih merupakan tanda tanya yang besar akan batasan usia mereka yang disebut sebagai pemuda, namun generasi muda Indonesia bulan Oktober 1978 yang lalu, di mana dirumuskan suatu batasan usia pemuda yang dirasakan cukup relevan dengan kondisi bangsa Indonesia yaitu mereka yang berada diantara usia 17-30 tahun, merekalah yang disebut pemuda.
3. Dari pengertian di atas kita mau bertanya kira-kira bagaimana dengan kondisi atau keberadaan generasi muda Indonesia dewasa ini dalam era pembangunan yang sedang giat-giatnya dilaksanakan ? Sebuah pertanyaan yang akan menjadi landasan atau titik tolak pembahasan tulisan ini, yang diharapkan akan dapat memberikan cita dan citra dari generasi muda Indonesia pada umumnya dan generasi muda Kristen pada khususnya, dalam melihat tanggungjawab akan pembangunan dan masa depan bangsanya.
4. Ada banyak pendapat yang berkembang saat ini di tengah-tengah kehidupan bangsa Indonesia yang mengatakan bahwa generasi muda Indonesia (sebagian besar) berada dalam keadaan acuh-tak-acuh akan masa depannya, hidup santai, miskin dalam cita-cita, erosi idealisme, patriotisme, dan lain sebagainya.
Pendapat-pendapat ini ada benarnya apabila kita telusuri secara mendalam akan kehidupan generasi muda Indonesia saat ini.
Kenyataan ini boleh kita katakan secara umum bahwa sebagian besar generasi muda di Indonesia dewasa ini tengah dilanda oleh apa yang kita sebut dengan “krisis identitas” sebagai pemuda dalam menyongsong masa depannya.
Sudah barang tentu hal ini mempunyai penyebabnya yaitu antara lain adalah: jumlah anak/pemuda yang putus sekolah cukup besar jumlahnya, pengaruh kebudayaan yang berasal dari luar yang diakibatkan oleh majunya teknologi dan ilmu pengetahuan yang demikian pesatnya, pendidikan dalam keluarga yang kurang memadai/kurang mengena kepada sasaaran yang diharuskan sebagai salah satu persyaratan yang harus dimiliki dalam mendidik seorang anak, dan sebagainya. Merupakan cerminan dari keadaan generasi muda itu secara keseluruhan sebagai “sebab dan akibat” akan keberadaan generasi muda tersebut. Secara relatif mungkin dapat kita katakan bahwa hal-hal tersebut banyak berlaku atau terjadi pada kota-kota besar.
5. Perlu dicatat sebagai dasar dan titik tolak kita dalam menyoroti generasi muda Indonesia yang kita cita-citakan bahwa dalam struktur kependudukan kita terdapat 72.000.000 dari 120.000.000 (61%) mereka yang berusia 0 – 24 tahun dan kalau diciutkan lagi maka di antara usia 10 – 24 tahun terdapat 30 % dari jumlah tersebut 34 juta. Dan hanya 7 juta  yang berada di kota-kota sedangkan yang 27 juta berada di desa. (angka-angka tersebut bersumber dari Biro Pusat Statistik R.I. hasil sensus tahun 1971). Bandingkanlah angka-angka tersebut yang datanya belum kita peroleh pada tahun 1979 ini, betapa besarnya tugas dan tanggungjawab kita dalam membina dan mengembangkan generasi muda Indonesia yang dicita-citakan pada sektor pembinaan generasi muda Indonesia yang dicita-citakan pada sektor pedesaan secara menyeluruh dan terpadu.
6. Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa generasi muda dan masa depan memang tidak dapat dipisahkan, ini telah menjadi kodrat dari generasi muda dan adalah identitasnya yang tidak pernah lepas. Sebagai generasi muda harus senantiasa menata dirinya dalam posisi dimana proses pemekaran seorang pemuda berada dalam lintasan waktu dan pembentukan sejarah dan di situlah seorang pemuda harus mampu untuk hadir dan memberikan peranannya dalam usaha untuk meletakkan tonggak sejarah yang baru bagi kehidupan bangsa dan negaranya. Oleh karenanya dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan kita dewasa ini, peranan generasi mudanya menjadi amat penting untuk selalu dipertanyakan dan dipersoalkan
7. Kita menyadari bahwa gejolak kepemudaan di tanah-air kita dari masa ke masa banyak ditandai dan diwarnai oleh perkembangan tatanan kemasyarakatannya baik sosial, politik, ekonomi, dan terlebih-lebih budayanya. Di mana hal ini dapat kita jumpai dalam nilai-nilai serta norma-norma yang berlaku pada situasi dan masa di mana pemuda menunjukan kepeloporannya. Karena kemudian adalah sikap mental serta ilmu dan kesadarannya akan memberikan corak dan warna terhadap pejuangan yang dilakukannya. Itu semuanya dapat kita lihat dan pelajari dalam sejarah nasional bangsa Indonesia, di mana yang menguak dan mendobrak fatalitas serta kungkungan dari ketidakbebasan  (apakah itu belenggu penjajahan, ataupun tirani yang dipupuk oleh kekuasaan bangsa sendiri yang berlebih-lebihan), adalah mereka yang didorong oleh suatu kesadaran moral yang tinggi dan pikiran yang mempertanyakan segala sesuatunya berdasarkan logika. Dan mereka-mereka itulah yang sering kali kita sebut sebagai kaum intelektual muda, mahasiswa dan sarjana. Dan di sinilah kita menjumpai persamaan latarbelakang perjuangan yang dipelopori oleh pemuda Indonesia dari masa-kemasa.
Latar belakang fundamental filosofisis inilah yang menentukan nilai dari perjuangan serta jiwa kepeloporan yang dilakukan oleh pemuda dalam pergerakannya, di sini pula letaknya perbandingan antara satu pergerakan dengan pergerakan lainnya dalam kancah perjuangan pemuda Indonesia dari masa-kemasa.
8. Pembangunan selalu dikaitkan pula dengan masa depan, yaitu idaman atau cita-cita akan suatu kehidupan yang lebih baik dan layak di masa depan dibandingkan dengan masa kini. Di sini letaknya korelasi antara pembangunan dan masa depan dan generasi  muda dengan masa depannya pula.
Disadari bahwa masa depan itu penuh dengan tantangan, masalah sekaligus pengharapan, dalam complexitas permasalahan yang  kita hadapi inilah letaknya hubungan antara generasi muda dan pembangunan. Sampai sejauh mana pemuda kita menyadari akan tugas dan tanggungjawabnya dan sekaligus peranannya dalam menyongsong masa depannya yang dicita-citakan?
Jawaban untuk hal ini berada pada generasi muda bangsa itu sendiri, dan jangan sekali-kali mengharapkan akan menerima suatu masa depan yang gemilang dari generasi sebelumnya tanpa generasi muda yang sekarang turut mengambil peranan yang proaktif dalam pembangunan bangsanya.
9. Kita menyadari pula bahwa hakekat dari pembangunan yang tengah kita laksanakan dewasa ini adalah pembangunan manusia seutuhnya yaitu pembangunan material maupun spiritual dalam menuju terciptanya suatu masyarakat yang adil dan makmur. Untuk itu maka tekad dan partisipasi seluruh rakyat amat penting untuk kita galakkan dan kembangkan dalam pembangunan nasional bangsa Indonesia dewasa ini. Karena tanpa partisipasi rakyat yang penuh pembangunan tersebut akan bermuara kepada segelintir masyarakat dari bangsa tersebut, dan hal ini tentu tidak kita kehendaki terjadi di Indonesia.
Oleh karenanya bagaimana saat ini kita mengusahakan agar pembangunan yang tengah giat-giatnya dilaksanakan, dapat mempartisipasikan semua lapisan masyarakat dan sekaligus bagaimana agar pembangunan tersebut tidak mengambil “korban” yang tidak seharusnya terambil, sekalipun kita sadari bahwa tidak ada pembangunan yang tidak menimbulkan “korban”.
10. Dengan pemikiran tersebut di atas, maka kita makin menyadari bahwa pembangunan dan masa depan ialah pembangunan manusia seutuhnya, ini berarti bagaimana seluruh rakyat terlibat dalam pembangunan itu dan bagaimana pula mereka semua turut menikmati semua hasil-hasilnya. Dalam arena pembangunan nasional kita dewasa ini dikenal adanya istilah-istilah Trilogi Pembangunan dan delapan jalur pemerataannya. Pertanyaan pokok di awal Pelita ke-III ini adalah bagaimana dengan Trilogi Pembangunan dan delapan jalur pemerataannya kita dapat mengatasi persoalan mengangkat taraf kehidupan bangsa yang 30% masih berada di bawah garis kemiskinan. Kita menyadari pula bahwa dengan menitikberatkan pembangunan pada sektor ekonomi mengakibatkan efek sampingan, yaitu memberikan nilai yang berlebihan kepada uang dan benda dimana unsur-unsur ini memperoleh penilaian yang tidak proporsional dalam kehidupan bangsa, itulah yang kita sebut dengan semangat materialisme. Dimana materialisme itu sendiri tidak saja merugikan semangat gotong-royong, solidaritas dan persatuan, tetapi juga menghambat nilai-nilai yang diperlukan untuk membawa kemajuan dalam abad ke 20 ini seperti patriotisme, disiplin nasional dan semangat kerja keras.
11. Bahwa pada saat ini dituntut adanya pembaruan daripada pola dan struktur pembangunan masyarakat kita, adalah merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan lagi. Oleh karenanya dibutuhkan adanya revisi dan koreksi terhadap seluruh kebijakan pembangunan nasional kita dewasa ini. Ini berarti akan menyentuh berbagai “vested interest” yang ada. Oleh karenanya di sini bukan hanya kebijakan ekonomi semata-mata yang dibutuhkan, melainkan juga berbagai kebijakan dan jaminan keamanan di bidang politik. Dalam hal ini, mereka yang tergolong “elite” dalam Pemerintahan maupun di luar jalur pemerintahan haruslah menjadi teladan yang bijaksana. Sehingga partisipasi yang diharapkan dari rakyat banyak akan dapat menjadi panutan yang nyata dan menjadi suatu gerakan yang akan diikuti oleh semua pihak, terutama Generasi Mudanya.
12. Dalam hubungannya dengan tugas dan tanggungjawab Generasi muda Kristen Indonesia dalam pembangunan Bangsa menuju masa depan yang dicita-citakan, harus ditempatkan pemikiran kita bersama dalam arti sebagai berikut :
Bahwa generasi muda Kristen Indonesia hendaknya dapat menempatkan dirinya sebagai pelopor dalam pembangunan dan pejuang keadilan dan kebenaran dalam usaha memperbarui masyarakatnya menuju kepada apa yang dicita-citakan.
Hal ini berarti yaitu bagaimana generasi muda Kristen Indonesia dapat merelevansikan iman Kristennya di tengah-tengah kenyataan kehidupan bangsanya secara utuh dan bertanggung jawab. Untuk itu kita senantiasa terpanggil kepada usaha “pembaruan diri” secara terus menerus, dan serentak dengan itu kita harus terbuka kepada usaha untuk menilai dan merenung ulang akan seluruh perjalanan kita baik selaku warga masyarakat maupun sebagai warganegara.
13. Merelevansikan iman Kristen di tengah-tengah kehidupan bangsa dan negara Republik Indonesia sebagai generasi muda ini berarti bagaimana kita dapat meningkatkan ketekunan dalam kejujuran dan mampu untuk mengasah setiap potensi yang kita miliki dan menyalurkan kreativitas, dinamika, dan idealisme selaku generasi muda bangsa yang setiap saat mampu hadir dan berperan dalam pembangunan bangsanya. Berperanan dalam pembangunan bangsa, itu berarti harus mampu untuk turut menentukan dalam setiap proses perubahan sosial dan pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat, dan bukan hanya sekedar ikut-ikutan.
14. Merelevansikan iman Kristen di tengah-tengah kehidupan bangsa setiap saat, berarti pula bagaimana kita tetap mempunyai idealisme yang tinggi, semangat juang yang kokoh, dan tidak larut dalam alam berpikir yang pragmatis, sehingga akhirnya kita menjadi acuh tak acuh, masa bodoh, sinis dan akhirnya frustrasi.
Untuk itu kita harus semakin galakkan usaha-usaha di bidang studi penelitian, dan juga memperjelas arti dan peranan pemuda dalam kehidupan sosial politik dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia. Harus diketahui dan disadari pula dalam iklim pembangunan bangsa kita memasuki dasawarsa 80-an yang akan datang, maka masalah-masalah agama-agama, ideologi, dan teknologi akan semakin dipersoalkan dan dipertanyakan dalam kaitannya dengan pembangunan yang sedang dilaksanakan. Untuk itu kita dituntut untuk semakin realistis pada satu pihak dan tidak kehilangan nilai-nilai yang fundamental di lain pihak dalam menghadapi kenyataan-kenyataan hidup bermasyarakat dan bernegara.
15. Bagi generasi muda tidak ada pilihan lain dewasa ini selain untuk semakin giat dalam studi dan pekerjaannya dan harus semakin sungguh-sungguh dalam mengembangkan potensi kritis, kreatif dan konstruktifnya dalam menunjang pembangunan bangsa ini secara padu dan bertanggung jawab.
Dengan sikap kritis, kreatif dan konstruktif tadi maka itu harus dijaga dilandasi oleh jiwa kepeloporan, ketekunan, kejujuran dan mawas diri. Generasi muda yang mampu untuk merelevansikan kata-kata dan tindakannya secara dinamis dan jauh dari pada rasa curiga, tidak aman dan ketidak percayaan pada kemampuan diri-sendiri.
Untuk itu semua pihak terutama Pemerintah terpanggil untuk menciptakan suasana dan pra-kondisi yang dapat menunjang terlaksananya alam berpikir yang demikian tersebut. Dengan cara dan sikap berpikir yang demikian itu maka kita tempatkan proses berpikir dan berperan sebagai berikut :
“sambil meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasilnya serta pemantapan stabilitas politik yang menunjang terciptanya suasana tersebut, maka kita kembangkan pula kebebasan, kerukunan, demokrasi, keadilan sosial, sebagaimana yang menjadi cita-cita proklamasi 1945”.
Dengan sikap yang kritis –positif dan kreatif-konstruktif, maka kita akan berusaha untuk menghasilkan yang terbaik tetapi serentak dengan itu pula kita telah siap untuk menghadapi keadaan yang terburuk sekalipun. Inilah tatanan generasi muda Kristen Indonesia yang kita cita-citakan.
Kiranya Tuhan memberikan kekuatan dan kemampuan dalam memasuki masa depan yang kita cita-citakan tersebut, masa depan yang penuh tantangan tetapi sekaligus penuh pengharapan.
Ketekunan dan kejujuran Dr. Leimena yang kita kenang dengan penerbitan buku ini harus menjadi contoh dalam kehidupan kita sehari-hari.

Menghidupi Panggilan sebagai Pemuda-Pemudi Kristen

Dalam buletin PILLAR edisi Januari 2007, generasi muda digambarkan sebagai seorang pelari estafet yang sedang menjulurkan tangannya ke belakang sambil melebarkan telapak tangannya dan menunggu, siap menerima tongkat pendek yang sebentar lagi akan sampai di tangannya. Kelangsungan sebuah gerakan hanya dapat terjadi ketika tongkat estafet berhasil disambut dan diteruskan oleh kaum mudanya.
Dalam edisi pertama di tahun 2012 ini, buletin PILLAR akan kembali membahas tema besar mengenai pemuda dan gerakan. Dalam bagian awal artikel ini, pertama-tama saya akan menyoroti identitas dan natur pemuda/i terlebih dahulu. Sungguh menarik, Alkitab memberikan gambaran yang begitu transparan, lengkap dengan segala kelebihan dan kelemahan dari seorang muda. Dari sana, kemudian saya akan menggali beberapa nasihat, prinsip, dan tuntunan yang Alkitab berikan kepada orang muda. Biarlah melalui artikel singkat ini, kita boleh sekali lagi sama-sama menyadari, mendoakan, dan menghidupi peran dan tanggung jawab kita sebagai pemuda-pemudi Kristen.
Kekuatan dan Fondasi Hidup
Pengkhotbah 11:9 Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan!
Amsal 20:29 Hiasan orang muda ialah kekuatannya, dan keindahan orang tua ialah uban.
Amsal 22:6 Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.
Masa muda, inilah satu periode transisi seorang manusia dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Inilah waktu di mana seseorang memiliki perkembangan yang pesat akan pemikiran abstrak, penemuan identitas diri secara psikologis, dan keinginan untuk dapat hidup mandiri. Inilah suatu masa di mana seseorang dipenuhi dengan kekuatan dan vitalitas, sekaligus menghadapi badai, konflik, dan stress. Inilah satu periode dalam hidup manusia ketika aspek kekuatan fisik menjadi begitu memuncak. Kitab Amsal dengan jelas menyatakan bahwa kekuatan inilah yang menjadi keunikan dari orang muda. Tidak heran, jika hal ini akhirnya menjadi modal utama bagi pemuda/i untuk melakukan eksplorasi, mencoba hal-hal baru, dan berkomunikasi secara intens dengan orang-orang di sekitarnya (khususnya teman sebaya). Dari sanalah akhirnya pemuda/i dapat semakin mengenal diri (termasuk seluruh potensi, talenta, dan kelemahan dirinya) dan membangun konsep realitas lingkungan di sekitarnya.
Kitab Pengkhotbah sudah memberikan peringatan bahwa hidup pemuda/i akan menghadapi gejolak keinginan hati dan pandangan mata. Ditambah keinginan kuat untuk hidup berdikari maka teriakan untuk menuntut kebebasan yang cenderung berujung pada keliaran kerap kali terlontar dari hati dan mulut pemuda/i. Hal ini dilihat dengan jelas oleh sang Pengkhotbah. Maka ia melanjutkan agar orang muda harus sadar bahwa segala hal yang dilakukannya, akhirnya harus ia pertanggungjawabkan di hadapan pengadilan Allah. Kekuatan dan dorongan kebebasan yang begitu bergejolak dalam diri orang muda harus dikontrol dengan kesadaran akan panasnya murka Allah dan kedahsyatan takhta penghakiman-Nya.
Dari perspektif Amsal 22, masa muda adalah waktu-waktu krusial di mana seseorang menetapkan fondasi, jalan, dan arah hidupnya. Inilah masa di mana seseorang seharusnya menerima seluruh pengajaran dan prinsip kebenaran yang akan terus ia pegang erat seumur hidup. Jika masa tersebut diisi dengan segala hal yang berharga, berbobot, dan bermutu, maka arah hidup orang tersebut akan jelas dan bahkan sampai masa tua ia akan tetap mengikuti jalan tersebut. Dalam salah satu khotbahnya, Pdt. Dr. Stephen Tong menjelaskan bahwa periode terakhir dalam hidup seseorang di mana ia benar-benar memikirkan kepercayaan yang akan dipegangnya seumur hidup adalah pada umur 18-19 tahun. Jika periode itu lewat, sangat jarang seseorang kembali memikirkan mengenai arah iman dan kepercayaannya secara komprehensif. Maka dari itu, sangatlah krusial bagi seorang muda untuk memperhatikan apa yang mengisi dan membentuk hidupnya. Sebab hal itu akan memiliki dampak langsung sampai ke penghujung hayatnya, bahkan sampai pada kekekalan.
Kurang Pengalaman/Pengetahuan dan Idealis
I Raja-raja 3:7 Maka sekarang, ya TUHAN, Allahku, Engkaulah yang mengangkat hamba-Mu ini menjadi raja menggantikan Daud, ayahku, sekalipun aku masih sangat muda dan belum berpengalaman.
Amsal 1:4 untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda
Orang muda identik dengan kurangnya pengalaman hidup, pengetahuan, dan kebijaksanaan. Ditambah dengan pemikiran yang belum matang, tidak jarang kesalahan-kesalahan fatal terjadi dalam masa-masa ini. Raja Salomo menyadari kelemahan ini dengan jelas. Maka dari itu, ketika ia memerintah sebagai raja, ia meminta hikmat dari Tuhan untuk dapat memerintah umat-Nya dengan adil. Ia sadar bahwa dirinya masih sangat muda dan belum berpengalaman. Salah satu tujuan kitab Amsal ditulis pun adalah untuk mengobati kelemahan ini, yakni untuk memberikan kecerdasan kepada orang tak berpengalaman dan kebijaksanaan pada orang muda.
Dalam konteks suatu gerakan, salah satu kelemahan orang muda adalah kecenderungan tidak mendapat kesempatan bergumul secara langsung dan merasakan kesulitan yang dihadapi oleh generasi di atasnya. Dalam Yosua 24:31 tertulis bahwa orang Israel beribadah kepada Tuhan sepanjang zaman Yosua dan sepanjang zaman para tua-tua yang hidup lebih lama dari pada Yosua. Yakni mereka yang mengenal segenap perbuatan yang dilakukan Tuhan bagi orang Israel. Ketika generasi ini masih hidup, bangsa Israel ditulis terus hidup setia dan beribadah kepada Tuhan. Saat generasi ini akhirnya meninggal, kita dapat melihat bahwa ada diskontinuitas terhadap perintah yang sudah Tuhan firmankan. Tuhan memerintahkan untuk menghalau seluruh suku di Kanaan. Namun dalam kitab Hakim-hakim pasal pertama, Israel tidak menghalau suku-suku yang tersisa di Kanaan dan malah menjadikan mereka pekerja rodi.
Perbedaan pengalaman dan pergumulan ini pun berdampak pada cara pikir generasi tua dan generasi muda. Secara umum, generasi tua cenderung lebih konservatif dan bertindak selaras dengan hal-hal yang dicapai dari perjuangan masa sebelumnya. Sedangkan generasi muda cenderung lebih berani melakukan terobosan, tetapi mungkin hal ini bisa menyebabkan ketidaksinambungan dengan arah yang sudah ditetapkan. Perbedaan cara pikir ini dapat kita lihat dalam peristiwa yang tercatat dalam kitab 1 Raja-raja 12. Saat itu Raja Rehabeam mendapat pertanyaan dari rakyat Israel untuk meringankan pekerjaan sukar dan tanggungan berat yang dipikulkan kepada rakyat Israel. Setelah itu Raja Rehabeam bertanya kepada dua belah pihak, yakni tua-tua yang mendampingi ayahnya (Raja Salomo) dan orang-orang muda yang sebaya dengannya. Generasi tua menyarankan agar Raja Rehabeam menjawab permintaan rakyat secara baik-baik dan menyetujui untuk meringankan beban mereka. Sedangkan generasi muda memberikan pendapat untuk menjawab rakyat itu dengan keras dan justru menambah beban mereka. Jika kita membaca lebih lanjut, akhirnya Raja Rehabeam menjalankan nasihat generasi muda dan kemudian berakhir dengan pemberontakan rakyat Israel kepada Raja Rehabeam. Dalam konteks negara Indonesia, perbedaan pendapat ini juga dapat kita lihat dalam peristiwa pada hari-hari menjelang kemerdekaan. Saat itu, generasi tua menginginkan agar kemerdekaan diperoleh melalui revolusi secara terorganisir dengan jalan membicarakannya dalam rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sedangkan para pemuda bersikeras agar kemerdekaan Indonesia sama sekali tidak bergantung kepada negara lain. Perbedaan inilah yang akhirnya mendorong para pemuda untuk membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945 dini hari.
Peran dan Tanggung Jawab
Ratapan 3:27 Adalah baik bagi seorang pria memikul kuk pada masa mudanya.
Alkitab memberikan obat penawar yang luar biasa bagi pemikiran idealis orang muda, yakni memikul kuk dan kesulitan pada masa muda. Cara pandang akan realitas yang begitu sempurna dan cenderung naïf pasti akan langsung mendarat ke bumi begitu bertemu dengan pahitnya realitas hidup. Saya secara pribadi merasa bahwa beberapa momen kesulitan dan kegagalan di masa muda sangat diperlukan untuk menyadarkan kembali bahwa kita hanyalah manusia lemah, terbatas, berdosa, dan semata-mata hanya bisa mengemis belas kasihan Tuhan. Momen-momen eksistensialis ini biasanya tercipta ketika seorang muda ditolak oleh calon pasangan yang begitu dipujanya, gagal masuk sekolah/universitas yang begitu diharapkannya, tidak mendapatkan panggilan interview kerja padahal sudah memenuhi seluruh kualifikasi, ataupun ditinggalkan oleh orang-orang yang begitu dikasihinya. Pdt. Sutjipto Subeno dalam salah satu seminar memberi peringatan keras bahwa anak muda yang terlalu cepat dipuji/diangkat/digembar-gemborkan karena potensi atau kejeniusan pada masa kecil/muda, akhirnya ketika dewasa tidak terlalu menghasilkan apa-apa. Biarlah kita sebagai pemuda/i memiliki jiwa dan sikap yang terbuka dan siap dalam memikul kuk. Sehingga ketika waktunya sudah tiba, kita dapat meninggalkan kepompong ketidakstabilan masa muda dan mengepakkan sayap kematangan dan kedewasaan yang lebar, indah, dan penuh warna.
Yeremia 1:6-8 Maka aku menjawab: “Ah, Tuhan Allah! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.” Tetapi TUHAN berfirman kepadaku: “Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapa pun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan. Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN.”
1 Timotius 4:12 Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.
Seorang muda sangat mudah jatuh dalam superiority ataupun inferiority complex. Ketika ia berpikir dengan begitu idealis, apalagi ditambah dengan modal talenta dan ambisi yang besar, ia akan sangat rentan untuk menjadi sombong dan merasa diri superior. Di sisi lain, orang muda yang sangat menyadari bahwa dirinya kurang pengalaman dan pengetahuan bisa menjadi sangat minder, terlalu hati-hati dan takut berbuat sesuatu. Alkitab dengan jelas menolak keduanya. Dosa kesombongan yang seolah melebihi takaran yang Tuhan tetapkan adalah sama mematikannya dengan dosa minder yang akhirnya tidak mencapai sasaran yang Tuhan inginkan. Dari kutipan ayat di atas, kita melihat bahwa nabi Yeremia menolak panggilan Tuhan dengan alasan bahwa ia masih muda. Mungkin sering kali kita juga bersikap demikian untuk menolak tanggung jawab yang harusnya kita kerjakan. Secara tidak sadar, kita hanya memusatkan seluruh perhatian kita kepada kemampuan diri dan lupa bahwa Tuhan yang memanggil juga adalah Tuhan yang berjanji, menyertai, menopang, dan menguatkan. Maka dengan tegas Rasul Paulus juga menasihatkan Timotius agar jangan ada yang memandangnya rendah karena ia masih muda. Ketika kita masih muda dan kurang pengalaman/pengetahuan, bukan berarti kita tidak bisa menjadi teladan dan membangun orang lain. Justru orang muda seharusnya bisa menjadi teladan dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan, dan kesucian. Terlebih lagi, Allah yang kita percaya adalah Allah yang pernah mengutus dan menaruh firman-Nya dalam hati dan mulut orang-orang muda.
Penutup
Melalui beberapa bagian firman yang sudah dibahas, semoga kita semakin menyadari potensi dan krisis yang tersimpan di dalam diri seorang muda. Mari kita sama-sama mendoakan agar dalam waktu-waktu ini, Tuhan membangkitkan sekelompok pemuda di dalam Gerakan Reformed Injili yang mengingat dan memusatkan hati sekaligus pikiran mereka kepada Sang Pencipta di masa mudanya, dan hidup mati-matian untuk mempertahankan kelakuan mereka yang bersih karena telah menjaganya sesuai dengan firman Tuhan. Sehingga muncul pemuda/i yang semakin besar, semakin bertambah hikmatnya, dan semakin dikasihi baik di hadapan Tuhan maupun manusia. Sama seperti kesaksian yang Alkitab berikan kepada Samuel dan Yesus yang masih muda.

Juan Intan Kanggrawan
Redaksi Bahasa PILLAR