Minggu, 13 Oktober 2013

Menghidupi Panggilan sebagai Pemuda-Pemudi Kristen

Dalam buletin PILLAR edisi Januari 2007, generasi muda digambarkan sebagai seorang pelari estafet yang sedang menjulurkan tangannya ke belakang sambil melebarkan telapak tangannya dan menunggu, siap menerima tongkat pendek yang sebentar lagi akan sampai di tangannya. Kelangsungan sebuah gerakan hanya dapat terjadi ketika tongkat estafet berhasil disambut dan diteruskan oleh kaum mudanya.
Dalam edisi pertama di tahun 2012 ini, buletin PILLAR akan kembali membahas tema besar mengenai pemuda dan gerakan. Dalam bagian awal artikel ini, pertama-tama saya akan menyoroti identitas dan natur pemuda/i terlebih dahulu. Sungguh menarik, Alkitab memberikan gambaran yang begitu transparan, lengkap dengan segala kelebihan dan kelemahan dari seorang muda. Dari sana, kemudian saya akan menggali beberapa nasihat, prinsip, dan tuntunan yang Alkitab berikan kepada orang muda. Biarlah melalui artikel singkat ini, kita boleh sekali lagi sama-sama menyadari, mendoakan, dan menghidupi peran dan tanggung jawab kita sebagai pemuda-pemudi Kristen.
Kekuatan dan Fondasi Hidup
Pengkhotbah 11:9 Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan!
Amsal 20:29 Hiasan orang muda ialah kekuatannya, dan keindahan orang tua ialah uban.
Amsal 22:6 Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.
Masa muda, inilah satu periode transisi seorang manusia dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Inilah waktu di mana seseorang memiliki perkembangan yang pesat akan pemikiran abstrak, penemuan identitas diri secara psikologis, dan keinginan untuk dapat hidup mandiri. Inilah suatu masa di mana seseorang dipenuhi dengan kekuatan dan vitalitas, sekaligus menghadapi badai, konflik, dan stress. Inilah satu periode dalam hidup manusia ketika aspek kekuatan fisik menjadi begitu memuncak. Kitab Amsal dengan jelas menyatakan bahwa kekuatan inilah yang menjadi keunikan dari orang muda. Tidak heran, jika hal ini akhirnya menjadi modal utama bagi pemuda/i untuk melakukan eksplorasi, mencoba hal-hal baru, dan berkomunikasi secara intens dengan orang-orang di sekitarnya (khususnya teman sebaya). Dari sanalah akhirnya pemuda/i dapat semakin mengenal diri (termasuk seluruh potensi, talenta, dan kelemahan dirinya) dan membangun konsep realitas lingkungan di sekitarnya.
Kitab Pengkhotbah sudah memberikan peringatan bahwa hidup pemuda/i akan menghadapi gejolak keinginan hati dan pandangan mata. Ditambah keinginan kuat untuk hidup berdikari maka teriakan untuk menuntut kebebasan yang cenderung berujung pada keliaran kerap kali terlontar dari hati dan mulut pemuda/i. Hal ini dilihat dengan jelas oleh sang Pengkhotbah. Maka ia melanjutkan agar orang muda harus sadar bahwa segala hal yang dilakukannya, akhirnya harus ia pertanggungjawabkan di hadapan pengadilan Allah. Kekuatan dan dorongan kebebasan yang begitu bergejolak dalam diri orang muda harus dikontrol dengan kesadaran akan panasnya murka Allah dan kedahsyatan takhta penghakiman-Nya.
Dari perspektif Amsal 22, masa muda adalah waktu-waktu krusial di mana seseorang menetapkan fondasi, jalan, dan arah hidupnya. Inilah masa di mana seseorang seharusnya menerima seluruh pengajaran dan prinsip kebenaran yang akan terus ia pegang erat seumur hidup. Jika masa tersebut diisi dengan segala hal yang berharga, berbobot, dan bermutu, maka arah hidup orang tersebut akan jelas dan bahkan sampai masa tua ia akan tetap mengikuti jalan tersebut. Dalam salah satu khotbahnya, Pdt. Dr. Stephen Tong menjelaskan bahwa periode terakhir dalam hidup seseorang di mana ia benar-benar memikirkan kepercayaan yang akan dipegangnya seumur hidup adalah pada umur 18-19 tahun. Jika periode itu lewat, sangat jarang seseorang kembali memikirkan mengenai arah iman dan kepercayaannya secara komprehensif. Maka dari itu, sangatlah krusial bagi seorang muda untuk memperhatikan apa yang mengisi dan membentuk hidupnya. Sebab hal itu akan memiliki dampak langsung sampai ke penghujung hayatnya, bahkan sampai pada kekekalan.
Kurang Pengalaman/Pengetahuan dan Idealis
I Raja-raja 3:7 Maka sekarang, ya TUHAN, Allahku, Engkaulah yang mengangkat hamba-Mu ini menjadi raja menggantikan Daud, ayahku, sekalipun aku masih sangat muda dan belum berpengalaman.
Amsal 1:4 untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda
Orang muda identik dengan kurangnya pengalaman hidup, pengetahuan, dan kebijaksanaan. Ditambah dengan pemikiran yang belum matang, tidak jarang kesalahan-kesalahan fatal terjadi dalam masa-masa ini. Raja Salomo menyadari kelemahan ini dengan jelas. Maka dari itu, ketika ia memerintah sebagai raja, ia meminta hikmat dari Tuhan untuk dapat memerintah umat-Nya dengan adil. Ia sadar bahwa dirinya masih sangat muda dan belum berpengalaman. Salah satu tujuan kitab Amsal ditulis pun adalah untuk mengobati kelemahan ini, yakni untuk memberikan kecerdasan kepada orang tak berpengalaman dan kebijaksanaan pada orang muda.
Dalam konteks suatu gerakan, salah satu kelemahan orang muda adalah kecenderungan tidak mendapat kesempatan bergumul secara langsung dan merasakan kesulitan yang dihadapi oleh generasi di atasnya. Dalam Yosua 24:31 tertulis bahwa orang Israel beribadah kepada Tuhan sepanjang zaman Yosua dan sepanjang zaman para tua-tua yang hidup lebih lama dari pada Yosua. Yakni mereka yang mengenal segenap perbuatan yang dilakukan Tuhan bagi orang Israel. Ketika generasi ini masih hidup, bangsa Israel ditulis terus hidup setia dan beribadah kepada Tuhan. Saat generasi ini akhirnya meninggal, kita dapat melihat bahwa ada diskontinuitas terhadap perintah yang sudah Tuhan firmankan. Tuhan memerintahkan untuk menghalau seluruh suku di Kanaan. Namun dalam kitab Hakim-hakim pasal pertama, Israel tidak menghalau suku-suku yang tersisa di Kanaan dan malah menjadikan mereka pekerja rodi.
Perbedaan pengalaman dan pergumulan ini pun berdampak pada cara pikir generasi tua dan generasi muda. Secara umum, generasi tua cenderung lebih konservatif dan bertindak selaras dengan hal-hal yang dicapai dari perjuangan masa sebelumnya. Sedangkan generasi muda cenderung lebih berani melakukan terobosan, tetapi mungkin hal ini bisa menyebabkan ketidaksinambungan dengan arah yang sudah ditetapkan. Perbedaan cara pikir ini dapat kita lihat dalam peristiwa yang tercatat dalam kitab 1 Raja-raja 12. Saat itu Raja Rehabeam mendapat pertanyaan dari rakyat Israel untuk meringankan pekerjaan sukar dan tanggungan berat yang dipikulkan kepada rakyat Israel. Setelah itu Raja Rehabeam bertanya kepada dua belah pihak, yakni tua-tua yang mendampingi ayahnya (Raja Salomo) dan orang-orang muda yang sebaya dengannya. Generasi tua menyarankan agar Raja Rehabeam menjawab permintaan rakyat secara baik-baik dan menyetujui untuk meringankan beban mereka. Sedangkan generasi muda memberikan pendapat untuk menjawab rakyat itu dengan keras dan justru menambah beban mereka. Jika kita membaca lebih lanjut, akhirnya Raja Rehabeam menjalankan nasihat generasi muda dan kemudian berakhir dengan pemberontakan rakyat Israel kepada Raja Rehabeam. Dalam konteks negara Indonesia, perbedaan pendapat ini juga dapat kita lihat dalam peristiwa pada hari-hari menjelang kemerdekaan. Saat itu, generasi tua menginginkan agar kemerdekaan diperoleh melalui revolusi secara terorganisir dengan jalan membicarakannya dalam rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sedangkan para pemuda bersikeras agar kemerdekaan Indonesia sama sekali tidak bergantung kepada negara lain. Perbedaan inilah yang akhirnya mendorong para pemuda untuk membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945 dini hari.
Peran dan Tanggung Jawab
Ratapan 3:27 Adalah baik bagi seorang pria memikul kuk pada masa mudanya.
Alkitab memberikan obat penawar yang luar biasa bagi pemikiran idealis orang muda, yakni memikul kuk dan kesulitan pada masa muda. Cara pandang akan realitas yang begitu sempurna dan cenderung naïf pasti akan langsung mendarat ke bumi begitu bertemu dengan pahitnya realitas hidup. Saya secara pribadi merasa bahwa beberapa momen kesulitan dan kegagalan di masa muda sangat diperlukan untuk menyadarkan kembali bahwa kita hanyalah manusia lemah, terbatas, berdosa, dan semata-mata hanya bisa mengemis belas kasihan Tuhan. Momen-momen eksistensialis ini biasanya tercipta ketika seorang muda ditolak oleh calon pasangan yang begitu dipujanya, gagal masuk sekolah/universitas yang begitu diharapkannya, tidak mendapatkan panggilan interview kerja padahal sudah memenuhi seluruh kualifikasi, ataupun ditinggalkan oleh orang-orang yang begitu dikasihinya. Pdt. Sutjipto Subeno dalam salah satu seminar memberi peringatan keras bahwa anak muda yang terlalu cepat dipuji/diangkat/digembar-gemborkan karena potensi atau kejeniusan pada masa kecil/muda, akhirnya ketika dewasa tidak terlalu menghasilkan apa-apa. Biarlah kita sebagai pemuda/i memiliki jiwa dan sikap yang terbuka dan siap dalam memikul kuk. Sehingga ketika waktunya sudah tiba, kita dapat meninggalkan kepompong ketidakstabilan masa muda dan mengepakkan sayap kematangan dan kedewasaan yang lebar, indah, dan penuh warna.
Yeremia 1:6-8 Maka aku menjawab: “Ah, Tuhan Allah! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.” Tetapi TUHAN berfirman kepadaku: “Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapa pun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan. Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN.”
1 Timotius 4:12 Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.
Seorang muda sangat mudah jatuh dalam superiority ataupun inferiority complex. Ketika ia berpikir dengan begitu idealis, apalagi ditambah dengan modal talenta dan ambisi yang besar, ia akan sangat rentan untuk menjadi sombong dan merasa diri superior. Di sisi lain, orang muda yang sangat menyadari bahwa dirinya kurang pengalaman dan pengetahuan bisa menjadi sangat minder, terlalu hati-hati dan takut berbuat sesuatu. Alkitab dengan jelas menolak keduanya. Dosa kesombongan yang seolah melebihi takaran yang Tuhan tetapkan adalah sama mematikannya dengan dosa minder yang akhirnya tidak mencapai sasaran yang Tuhan inginkan. Dari kutipan ayat di atas, kita melihat bahwa nabi Yeremia menolak panggilan Tuhan dengan alasan bahwa ia masih muda. Mungkin sering kali kita juga bersikap demikian untuk menolak tanggung jawab yang harusnya kita kerjakan. Secara tidak sadar, kita hanya memusatkan seluruh perhatian kita kepada kemampuan diri dan lupa bahwa Tuhan yang memanggil juga adalah Tuhan yang berjanji, menyertai, menopang, dan menguatkan. Maka dengan tegas Rasul Paulus juga menasihatkan Timotius agar jangan ada yang memandangnya rendah karena ia masih muda. Ketika kita masih muda dan kurang pengalaman/pengetahuan, bukan berarti kita tidak bisa menjadi teladan dan membangun orang lain. Justru orang muda seharusnya bisa menjadi teladan dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan, dan kesucian. Terlebih lagi, Allah yang kita percaya adalah Allah yang pernah mengutus dan menaruh firman-Nya dalam hati dan mulut orang-orang muda.
Penutup
Melalui beberapa bagian firman yang sudah dibahas, semoga kita semakin menyadari potensi dan krisis yang tersimpan di dalam diri seorang muda. Mari kita sama-sama mendoakan agar dalam waktu-waktu ini, Tuhan membangkitkan sekelompok pemuda di dalam Gerakan Reformed Injili yang mengingat dan memusatkan hati sekaligus pikiran mereka kepada Sang Pencipta di masa mudanya, dan hidup mati-matian untuk mempertahankan kelakuan mereka yang bersih karena telah menjaganya sesuai dengan firman Tuhan. Sehingga muncul pemuda/i yang semakin besar, semakin bertambah hikmatnya, dan semakin dikasihi baik di hadapan Tuhan maupun manusia. Sama seperti kesaksian yang Alkitab berikan kepada Samuel dan Yesus yang masih muda.

Juan Intan Kanggrawan
Redaksi Bahasa PILLAR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar